Keragaan IT 3

Suatu perusahaan dengan ukuran bisnis di tingkat koordinasi atau usaha menengah akan memiliki kriteria keragaan teknologi informasi yang berbeda dengan unit usaha yang berada pada posisi delegasi, ataupun kolaborasi.

Berikut ini bantuan kriteria yang dapat digunakan pada saat melakukan penilaian terhadap perusahaan di level koordinasi:

  1. Nilai 0 digunakan jika perusahaan
    • Tidak memiliki tim IT
  2. Nilai 1 digunakan jika perusahaan
    • Memiliki tim IT tetapi tidak menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh unit usaha.
  3. Nilai 2 digunakan, jika perusahaan
    • Memiliki tim IT namun tidak sesuai dalam hal ukuran dan kapabilitas.
    • Tentu saja produk yang dihasilkan kemungkinan besar akan tidak selaras (aligned) dengan kepentingan atau kebutuhan perusahaan.
  4. Nilai 3 digunakan, jika perusahaan
    • Memiliki tim IT yang sesuai dalam hal ukuran dan kapabilitas untuk mendukung kepentingan dan kebutuhan perusahaan.
    • Produk yang dihasilkan tidak selaras dengan kepentingan atau kebutuhan perusahaan.
  5. Nilai 4 digunakan, jika perusahaan
    • Memiliki tim IT yang sesuai dalam hal ukuran dan kapabilitas untuk mendukung kepentingan dan kebutuhan perusahaan.
    • Produk yang dihasilkan selaras dengan kepentingan atau kebutuhan perusahaan.
  6. Nilai 5 digunakan, jika perusahaan
    • Memiliki tim IT yang sesuai dalam hal ukuran dan kapabilitas untuk mendukung kepentingan dan kebutuhan perusahaan.
    • Produk yang dihasilkan selaras dengan kepentingan atau kebutuhan perusahaan.
    • Menggunakan beberapa atau salah satu fitur berikut ini
      • Internet of Things
      • Artificial Intelligent

Dua kutub yang harus digunakan oleh para pimpinan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan adalah

  • Menjaga agar ukuran dan kapabilitas tim IT sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tidak overbudget tetapi juga tidak terlalu kecil.
  • Menjaga agar produk yang dihasilkan tim IT tersebut sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Juga tidak terlalu mahal, tetapi tetap dapat digunakan dengan baik.

    Keragaan IT 2

    Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menilai keragaan organisasi IT dalam perusahaan:

    1. Ukuran usaha.
    2. Jenis usaha.

    Ukuran usaha dapat menggunakan kriteria phase corporate management yang sudah dibuat dalam balanced pillars. Artinya, jika ukuran usaha anda adalah creative tentu tidak bijak jika memiliki organisasi IT yang diperlukan untuk ukuran usaha alliances. Contoh ekstrim-nya, unit usaha yang menangani 3 unit toko kecil, tentu tidak membutuhkan personil IT yang mencakup CTO, manager, kelompok programmer beserta system analyst-nya, apalagi sampai ke crunch manager.

    Jenis usaha mempengaruhi karena jenis piranti lunak, akuntansi biaya, dan seberapa jauh teknologi informasi akan diterapkan dalam business process usaha. Jika usaha anda melibatkan pelayanan finansial, tentu saja support IT yang sangat handal menjadi keharusan yang tidak bisa dibantah. Saat ini kita tidak memungkinkan menyediakan jasa fasilitas finansial tanpa melibatkan aplikasi mobile, aplikasi web, dan sistem keamanan yang menyeluruh.

    Dengan demikian, penyusunan key performance indicator perlu memperhatikan 2 faktor di atas. Bagaimana menentukan kriteria pencapaian yang sesuai dengan ukuran institusi dan bidang usaha yang digeluti.

    Keragaan IT

    Beberapa perusahaan/institusi mengalami kesulitan dalam menilai keragaan (performance) bagian IT mereka. Mungkin beberapa perusahaan besar akan menanggapi statement di atas dengan ketidaksetujuan, karena merasa sudah memiliki nilai ukur yang baku dan presisi. Bahkan ukuran tersebut sudah diatur dengan rapi di KPI setiap lini di organisasi IT.

    Tetapi bagaimana jika beberapa pertanyaan berikut ini diajukan kembali, dan dicoba untuk dicari jawabannya seperti:

    • Apakah struktur dan ukuran organisasi IT sesuai dengan kebutuhan/ukuran perusahaan?
    • Apakah software yang digunakan sesuai dengan ukuran dan cocok dengan business process perusahaan?
    • Apakah organisasi IT terlalu mendikte perusahaan, sehingga perusahaan sendiri tidak memahami seberapa jauh mereka perlu mengakomodir kebutuhan untuk meningkatkan versi, firmware, atau piranti keras yang digunakan?

    Jika struktur dan ukuran organisasi IT tidak sesuai dengan kebutuhan/ukuran perusahaan, maka yang dapat terjadi adalah:

    • Organisasi IT menjadi terlalu besar dan menimbulkan biaya yang membebani perusahaan, atau bisa juga
    • Organisasi IT terlalu kecil, sehingga perusahaan mengalami ketertinggalan dalam manajemen sistem informasi.

    Dalam kasus pertama, dapat terjadi ketika sebuah perusahaan ingin memiliki sistem pengambilan keputusan yang cepat dan kokoh (robust) tetapi karena organisasi IT tidak memiliki cukup multi talenta per orang, akhirnya merekrut tenaga IT sesuai spesialiasi yang lebih detail dan kemudian perlu ditambah dengan konsultan untuk membantu beberapa pekerjaan yang memerlukan skill tertentu.

    Organisasi IT akhirnya membebani perusahaan dengan biaya dan persoalan personalia yang berlebihan. Bisa juga akhirnya muncul jabatan di IT yang tidak perlu, dan rekomendasi piranti yang sebenarnya tidak terlalu genting.

    Dalam kasus kedua, bisa juga terjadi, ketika sebuah perusahaan ingin menggunakan, misalnya, SAP sebagai tulang punggung sistem informasi (backbone), tetapi mengira bahwa menjalankan sebuah ERP itu seperti membeli Microsoft Office secara online kemudian diinstall di salah perangkat kerja karyawan. Akibatnya tim IT mengalami kesulitan dalam membantu implementasi ERP di perusahaan tersebut, karena jumlah personalia yang terlalu sedikit atau tidak memiliki skill yang sesuai.

    Dukungan yang kurang dari organisasi IT mengakibatkan ERP tidak terimplementasi dengan benar. Bahkan bisa jadi tidak terterapkan sama sekali. Artinya menimbulkan biaya yang tidak perlu dan berlebih juga.

    Kita akan membahas mengenai piranti lunak dan pengaruh buruk di perusahaan pada artikel selanjutnya.

    APAKAH GENERASI MILENIAL SIAP MENGHADAPI ERA INDUSTRI 5.0?

    • Narasumber: Tjahyadi Lukiman
    • Penyelenggara: Yayasan Beasiswa Trisakti
    • Lokasi: Institut Transportasi dan Logistik Trisakti

    Era industri 5.0 sudah di depan mata, siapa yang menikmati?, tentunya generasi milenial lah yang memiliki kesempatan besar untuk menikmati era ini. Lalu, apakah generasi milenial sudah siap memasuki era tersebut?.

    Ekonomi Indonesia 2050

    1. China: $58.4 Triliun
    2. India: $44.1 Triliun
    3. Amerika Serikat: $34.1 Triliun
    4. INDONESIA: $10.5 Triliun
    5. Brazil: $7.5 Triliun
    6. Rusia: $7.1 Triliun
    7. Meksiko: $6.8 Triliun
    8. Jepang: $6.7 Triliun
    9. Jerman: $6.1 Triliun
    10. Inggris: $5.3 Triliun

    Pada tahun 2050 nanti, Indonesia akan menempati posisi 4 besar sebagai negara dengan tingkat ekonomi terbesar yaitu sebesar $10,5 Triliun. Untuk itu, diperlukan sinergi antara kaum terpelajar dengan penyelenggara pendidikan baik universitas, institut, maupun sekolah tinggi lainnya.

    Tanggung Jawab Kaum Terpelajar.

    China mampu menciptakan processor lebih hebat dari Intel sehingga China mandiri menghasilkan produk MRI berkelas dunia. China memiliki 17 juta mahasiswa, yang mayoritasnya mengambil bidang sains dan teknik. Setiap tahun China menghasilkan tidak kurang dari 325,000 insinyur. China punya Silicon Valley seperti Qingdao. Gaji seorang insinyur di Qingdao hanya 1/5 gaji insinyur di AS dan Eropa, tapi kualitas kerja mereka sama. Pertumbuhan cepat China karena terjadinya paradigma baru setelah era Deng yaitu lahirnya newcomer entrepreneurship dari kalangan kampus. Sebagian besar yang kini jadi 1000 orang kaya di China adalah para akademisi sains Tiongkok. Bagaimana dengan Indonesia?

    Link & Match Antara Dunia Pendidikan Dengan Dunia Usaha / Dunia Industri.

    SDM Indonesia saat ini dinilai belum mampu bersaing dengan negara-negara maju di Asia maupun di Eropa. Indonesia itu tidak melakukan industrialisasi, tetapi hanya penyelenggara pendirian pabrik-pabrik milik asing. Kita tidak berdaulat dalam teknologi, kita tidak berdaulat dalam bibit, kita tidak berdaulat dalam pangan, kita tidak berdaulat dalam energi. Kita banyak kehilangan kedaulatan terutama pada sektor SDM.

    Dunia pendidikan harus peka terhadap kebutuhan dunia usaha/ dunia industri dan harus mampu menyesuaikan pola pendidikan demi menghasilkan SDM unggul dan siap kerja.

    Beberapa ekspektasi dunia usaha/ dunia industri:

    1. Basic Mentality
    2. Kompetensi Soft Skill / Hard Skill
    3. Penguasaan Teknologi
    4. Pengembangan
    5. Leadership and Management
    6. Business Awareness
    7. Kemampuan Vokasi